Sudah lebih dari 650 hari genosida di Gaza berlangsung, meninggalkan penderitaan mendalam bagi warga sipil Palestina. Mereka tidak hanya menghadapi serangan militer yang mematikan, tetapi juga okupasi lahan secara masif oleh Israel yang memaksa terulangnya tragedi Nakba 1948 yakni pengusiran rakyat Palestina dari tanah kelahirannya.
Menurut laporan Harian Israel Haaretz, hampir 100.000 warga Palestina sekitar 4% dari populasi Gaza telah kehilangan nyawa akibat genosida ini. Jumlah tersebut jauh melampaui angka resmi korban yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Gaza, karena mencakup mereka yang meninggal bukan hanya akibat serangan langsung, tetapi juga karena kelaparan, penyakit, dan runtuhnya sistem kesehatan.
Tragedi berkepanjangan ini menegaskan bahwa krisis di Gaza bukan sekadar konflik bersenjata, melainkan upaya pemusnahan sistematis yang mengorbankan generasi demi generasi rakyat Palestina.
Tahun 2019 menjadi momen pertama bagi SalamAid untuk menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Gaza yang berada di Turki. Bantuan yang didistribusikan meliputi pangan hingga pendidikan, terlaksana dengan baik melalui dukungan Bang Lendo (alm.), pendiri pertama Sekolah Alam di Indonesia.
Memasuki 2023, Palestina kembali berkecamuk. Gaza membara akibat genosida, dan SalamAid kembali bergerak. Relawan kami diutus hingga titik terdekat perbatasan Gaza, di Mesir. Di sana, bantuan darurat seperti tenda, peralatan tidur, pakaian, perlengkapan musim dingin, serta paket pangan berhasil didistribusikan kepada para penyintas.
Pada 2024, komitmen itu terus berlanjut. SalamAid memantik SahabatBaik masyarakat Indonesia untuk senantiasa bersuara bagi Palestina mulai dari aksi massa hingga distribusi bantuan melalui relawan di Gaza. Hingga kini, tercatat 20.314 penerima manfaat telah merasakan program Salam Palestina sejak 7 Oktober 2023.
Jika Pendakian adalah hal yang berat dan jauh, lantas apalah arti Saudara kita di Gaza? Pertanyaan
selanjutnya
adalah
"Sejauh apa kontribusi kita?"